Perang Paregreg
Perang Paregreg adalah perang antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Perang ini terjadi tahun 1404-1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit.
Berdirinya Kerajaan Majapahit Timur
Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 berkat kerja sama Raden Wijaya dan Arya Wiraraja. Pada tahun 1295, Raden Wijaya membagi dua wilayah Majapahit untuk menepati janjinya semasa perjuangan. Sebelah timur diserahkan pada Arya Wiraraja dengan ibu kota di Lumajang.
Pada tahun 1316 Jayanagara putra Raden Wijaya menumpas pemberontakan Nambi di Lumajang. Setelah peristiwa tersebut, wilayah timur kembali bersatu dengan wilayah barat.
Menurut Pararaton, pada tahun 1376 muncul sebuah gunung baru. Peristiwa ini dapat ditafsirkan sebagai munculnya kerajaan baru, karena menurut kronik Cina dari Dinasti Ming, pada tahun 1377 di Jawa ada dua kerajaan merdeka yang sama-sama mengirim duta ke Cina. Kerajaan Barat dipimpin Wu-lao-po-wu, dan Kerajaan Timur dipimpin Wu-lao-wang-chieh.
Wu-lao-po-wu adalah ejaan Cina untuk Bhra Prabu, yaitu nama lain Hayam Wuruk (menurut Pararaton), sedangkan Wu-lao-wang-chieh adalah Bhre Wengker alias Wijayarajasa, suami Rajadewi.
Wijayarajasa rupanya berambisi menjadi raja. Sepeninggal Gajah Mada, Tribhuwana Tunggadewi, dan Rajadewi, ia membangun istana timur di Pamotan, sehingga dalam Pararaton, ia juga bergelar Bhatara Parameswara ring Pamotan.
Silsilah Bhre Wirabhumi
Perang Paregreg adalah perang yang identik dengan tokoh Bhre Wirabhumi.
Nama asli Bhre Wirabhumi tidak diketahui. Menurut Pararaton, ia adalah putra Hayam Wuruk dari selir, dan menjadi anak angkat Bhre Daha istri Wijayarajasa, yaitu Rajadewi. Bhre Wirabhumi kemudian menikah dengan Bhre Lasem sang Alemu, putri Bhre Pajang (adik Hayam Wuruk).
Menurut Nagarakretagama, istri Bhre Wirabhumi adalah Nagarawardhani putri Bhre Lasem alias Indudewi. Indudewi adalah putri Rajadewi dan Wijayarajasa. Berita dalam Nagarakretagama lebih dapat dipercaya dari pada Pararaton, karena ditulis pada saat Bhre Wirabhumi masih hidup.
Jadi kesimpulannya, Bhre Wirabhumi lahir dari selir Hayam Wuruk, menjadi anak angkat Rajadewi (bibi Hayam Wuruk), dan kemudian dinikahkan dengan Nagarawardhani cucu Rajadewi.
Perang Dingin Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit istana barat dan timur masih diliputi perasaan segan, mengingat Wijayarajasa adalah mertua Hayam Wuruk.
Wijayarajasa meninggal tahun 1398. Ia digantikan anak angkat sekaligus suami cucunya, yaitu Bhre Wirabhumi sebagai raja istana timur. Sementara itu Hayam Wuruk meninggal tahun 1389. Ia digantikan keponakan sekaligus menantunya, yaitu Wikramawardhana.
Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada putrinya, yaitu Nagarawardhani. Tapi Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem. Itulah sebabnya, dalam Pararaton terdapat dua orang Bhre Lasem, yaitu Bhre Lasem Sang Halemu istri Bhre Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu istri Wikramawardhana.
Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur, sampai akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal tahun 1400. Wikramawardhana segera mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel.
Terjadinya Perang Paregreg
Setelah pengangkatan Bhre Lasem baru, perang dingin antara istana barat dan timur berubah menjadi perselisihan. Menurut Pararaton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana bertengkar tahun 1401 dan kemudian tidak saling bertegur sapa.
Perselisihan antara kedua raja meletus menjadi Perang Paregreg tahun 1404. Paregreg artinya perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pihak yang menang pun silih berganti. Kadang pertempuran dimenangkan pihak timur, kadang dimenangkan pihak barat.
Akhirnya, pada tahun 1406 pasukan barat dipimpin Bhre Tumapel putra Wikramawardhana menyerbu pusat kerajaan timur. Bhre Wirabhumi menderita kekalahan dan melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari. Ia dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah alias Bhra Narapati yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya istana barat.
Raden Gajah membawa kepala Bhre Wirabhumi ke istana barat. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.
Akibat Perang Paregreg
Setelah kekalahan Bhre Wirabhumi, kerajaan timur kembali bersatu dengan kerajaan barat. Akan tetapi, daerah-daerah bawahan di luar Jawa banyak yang lepas tanpa bisa dicegah. Misalnya, tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut kerajaan Cina. Lalu disusul lepasnya Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar-bandar perdagangan ramai, yang merdeka dari Majapahit. Kemudian lepas pula daerah Brunei yang terletak di Pulau Kalimantan sebelah utara.
Selain itu Wikramawardhana juga berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming penguasa Cina. Sebagaimana disebutkan di atas, pihak Cina mengetahui kalau di Jawa ada dua buah kerajaan, barat dan timur. Laksamana Ceng Ho dikirim sebagai duta besar mengunjungi kedua istana. Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Ceng Ho sedang berada di istana timur. Sebanyak 170 orang Cina ikut menjadi korban.
Atas kecelakaan itu, Wikramawardhana didenda ganti rugi 60.000 tahil. Sampai tahun 1408 ia baru bisa mengangsur 10.000 tahil saja. Akhirnya, Kaisar Yung Lo membebaskan denda tersebut karena kasihan. Peristiwa ini dicatat Ma Huan (sekretaris Ceng Ho) dalam bukunya, Ying-ya-sheng-lan.
Setelah Perang Paregreg, Wikramawardhana memboyong Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi sebagai selir. Dari perkawinan itu lahir Suhita yang naik takhta tahun 1427 menggantikan Wikramawardhana. Pada pemerintahan Suhita inilah, dilakukan balas dendam dengan cara menghukum mati Raden Gajah tahun 1433.
Perang Paregreg dalam Karya Sastra Jawa
Peristiwa Paregreg tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa dan dikisahkan turun temurun. Pada zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, kisah Paregreg dimunculkan kembali dalam Serat Kanda, Serat Damarwulan, dan Serat Blambangan.
Dikisahkan dalam Serat Kanda, terjadi perang antara Ratu Kencanawungu penguasa Majapahit di barat melawan Menak Jingga penguasa Blambangan di timur. Menak Jingga akhirnya mati di tangan Damarwulan utusan yang dikirim Ratu Kencanawungu. Setelah itu, Damarwulan menikah dengan Kencanawungu dan menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Mertawijaya. Dari perkawinan tersebut kemudian lahir Brawijaya yang menjadi raja terakhir Majapahit.
No comments:
Post a Comment